PALU- Menindak lanjuti Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang berat, Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulteng menggelar rakor, Rabu (8/11/2023).
Rakor dihadiri langsung Wakil Ketua II Tim Pemulihan Korban Pelanggaran HAM (PKPHAM) Prof. Makarim Wibisono, Wakil Ketua Lembaga PerlinDungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Pasaribu, Tenaga Ahli Gubernur Ridha Saleh, Kepala Biro Hukum Drs. Adiman, M.Si, forkopimda, instansi vertikal dan OPD teknis.
Gubernur H. Rusdi Mastura diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesra Dr. Fahrudin D. Yambas, S.Sos, M.Si menyatakan bahwa pemerintah provinsi berkomitmen untuk kooperatif dan mendukung hasil-hasil rakor sebagai acuan dalam melaksanakan rekomendasi yang diberikan PKPHAM.
“Semoga terbangun sinergitas dan kesamaan persepsi dari berbagai pihak untuk menuangkan rekomendasi tersebut dengan pendekatan humanis dan berkepastian hukum,” Asisten Fahrudin berharap.
Selain itu, diharapkan pula terjadi rekonsiliasi seiring dengan kompensasi yang diterima para korban atau keluarga korban pelanggaran HAM berat.
“Semoga pengalaman masa lalu yang buruk ini dapat dijadikan pembelajaran berharga agar kita mawas diri dan mampu untuk mencegahnya agar tidak terulang lagi,” tandasnya.
Di Sulteng terdapat lebih kurang 146 penyintas dan 441 keluarga penyintas yang terdampak akibat pelanggaran HAM berat di masa lalu dan mereka saat ini tersebar di seluruh kabupaten kota.
Wakil Ketua II PKPHAM Makarim Wibisono berharap agar penyintas yang hadir secara langsung maupun virtual dapat menyampaikan uneg-unegnya untuk langsung direspon oleh para narasumber kementerian lembaga, OPD maupun tim PKPHAM.
“Sehingga semua bisa ketemu apa yang jadi permasalahan untuk diselesaikan dengan baik,” tuturnya.
Ia pun berharap rekomendasi dari PKPHAM akan secepatnya dilaksanakan oleh pemerintah.
“Semoga sebelum peringatan hari HAM 10 Desember, kompensasi sudah diserahkan (pemerintah) kepada para korban,” Ia berharap.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Pasaribu menegaskan bahwa pemulihan hak-hak konstitusional yang dilakukan bukan hanya buat para penyintas 1965 tapi untuk keseluruhan penyintas dari berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat.
Hal ini sejalan dengan penyampaian Prof. Makarim Wibisono bahwa terdapat 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu yang mesti negara berikan kompensasi ke para penyintasnya.
“Tugas ini bisa dilaksanakan dengan baik jika kita berkolaborasi,” sebutnya.**(Sumber: Humas Pemprov Sulteng)