Guru Tua Akhirnya Sandang Status Warga Negara Indonesia

Penyerahan surat pengesahan status kewarganegaraan Guru Tua di Kantor Kemenkum HAM Sulteng

PALU- Setelah menunggu sekian lama, Almarhum Al Habib Sayyid Idrus Bin Salim Al Jufri atau lebih familiar dengan sebutan Guru Tua, akhirnya menyandang status warga Negara Indonesia.

Acara serah terima surat pengesahan status kewarganegaraan Indonesia kepada Guru Tua, dilaksanakan di aula kantor Kemenkumham Sulawesi Tengah, Senin (29/7/2024).

Surat pengesahan status kewarganegaraan Indonesia kepada (alm) Al Habib Sayyid Idrus Bin Salim Al Jufri, diserahkan oleh Kepala Kanwil Kemenkumham Sulteng, Hermansyah Siregar, kepada Sekda Kota Palu, Irmayanti Pettalolo, S,Sos, MM.

Kepala Kanwil Kemenkumham Sulteng, Hermansyah Siregar, menyampaikan apresiasi dan penghargan kepada jajaran Pemkot Palu bersama PB Alkhairaat dan Pemprov Sulteng yang berupaya memperjuangkan hingga proses status pengesahan kewarganegaraan Indonesia telah disandang oleh Alm Al Habib Sayyid Idrus Bin Salim Al Jufri.

Sementara itu, Sekda Kota Palu menyampaikan bahwa Sayyid idrus bin salim al-jufri, lahir di taris hadramaut, merupakan putra kedua dari pasangan habib salim bin alwi bin saggaf al-jufri, seorang mufti di hadramaut, dan andi syarifah nur binti muhammad al-jufri, keturunan raja di sulawesi selatan dengan gelar arung matoa wajo.

Dalam darah Guru Tua, mengalir warisan ulama besar dari ayahnya dan pemimpin bangsawan dari ibunya.

Kombinasi inilah yang membuat Guru Tua menjadi tokoh ulama pendidik yang kharismatik dan berjasa besar dalam membangun pendidikan serta menyebarkan dakwah islam di sulawesi tengah.

Jejak perjuangan sayyid idrus bin salim al-jufri dalam mendidik akhlak mulia dan mencerdaskan anak bangsa, telah dimulai sejak masa penjajahan belanda, pendudukan jepang, hingga wafatnya pada tanggal 29 desember 1969.

Meskipun fokus perjuangannya di bidang pendidikan dan dakwah islam, namun Guru Tua tidak dapat terlepas dari tekanan penjajah belanda dan jepang karena aktivitas beliau yang menantang kolonialisme.

Sebagian besar hidupnya dicurahkan untuk memperjuangkan kemuliaan akhlak dan kecerdasan anak bangsa.

Melalui madrasah atau perguruan alkhairat yang didirikan pada 11 juni 1930, sayyid Idrus bin salim al-jufri telah berhasil mendirikan 1.550 sekolah mulai dari tingkat TK hingga menengah, perguruan tinggi, dan rumah sakit yang tersebar di berbagai wilayah sulawesi tengah dan indonesia timur.

Ia juga mewariskan tidak kurang dari 49 pondok pesantren yang tersebar di wilayah yang sama.

Warisan dan perjuangan sayyid idrus bin salim al-jufri melalui perguruan alkhairat telah memberikan dampak yang sangat luas, tidak hanya di sulawesi tengah, tetapi juga di gorontalo, sulawesi barat, sulawesi utara, sulawesi tenggara, sulawesi selatan, maluku, maluku utara, papua, kalimantan selatan, dan indonesia timur pada umumnya.

Banyak ulama, tokoh masyarakat, cendekiawan, dan intelektual yang lahir dari perguruan.

Untuk diketahui, Guru Tua diusulkan menjadi pahlawan Nasional dalam bidang pendidikan. Dimana salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar pahlawan Nasional, adalah berstatus warga negara Indonesia.

Kegiatan tersebut dihadiri Sekjen PB Alkhairaat H.Jamaluddin Mariadjeng dan pejabat PB Alkhairaat lainnya, Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Sulteng Paharuddin Yambas.

Selain itu juga dihadiri Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekdaprov Sulteng Paharuddin Yambas, Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kota Palu H. Usman, S.H, Kadinsos Kota Palu Susik, Kabag Perekonomian Setda Kota Palu Rahmat Mustafa dan sejumlah pejabat lainnya.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *