KAREBA SULTENG, PALU- Debu dari aktivitas tambang galian C yang marak beroperasi di Kecamatan Ulujadi Kota Palu, kian menggorogoti sendi kehidupan warga. Masyarakat lingkar tambang mengaku merasa “terjajah” akibat kegiatan tersebut.
“Kami ini merasa terjajah. Dirampas hak kami sebagai warga negara. Kami tidak bisa lagi menghirup udara yang sehat, tidak bisa lagi berusaha akibat tambang galian C. Bahkan saya sendiri sudah menderita penyakit Ispa. Silahkan dicek langsung. Di kelurahan Watusampu ini sudah paling parah,” ungkap salah seorang perwakilan warga Kelurahan Watusampu saat rapat dengar pendapat di ruang sidang utama kantor DPRD Kota Palu, Selasa (23/12/2025).
Wanita paruh baya yang juga selaku Ketua RT tersebut, mengungkapkan bahwa dirinya tidak bisa lagi melakukan kegiatan usaha kuliner akibat debu galian C di Kelurahan Watusampu.
Menurutnya, sejak sepuluh tahun mulai beroperasi, perusahaan belum pernah memberikan kontribusi maupun kompensasi terhadap dampak akibat debu galian C kepada masyarakat Kelurahan Watusampu.
“Nanti kami melakukan demonstrasi baru ada ini kompensasi. Jika dipikir, uang kompensasi itu tidak sebanding dengan apa yang kami alami. Utamanya masalah kesehatan. Ketenangan kami juga terganggu akibat aktivitas mobil yang mengangkut meterial. Belum lagi jika hujan turun, jalan di sini becek akibat mengendapnya lumpur dari debu galian C. Harus ada penyemprotan. Kami minta perusahaan menyikapi hal ini,” ujarnya.
Selain itu, warga juga mengeluh tidak tersedianya air bersih di wilayah mereka, serta polemik perekrutan tenaga kerja lokal. Dimana perusahaan memberikan persyaratan untuk masyarakat Watusampu, yang ingin bekerja, harus ada rekomendasi dari Ketua LPM. Sementara, warga dari wilayah lain diizinkan bekerja tanpa rekomendasi. Sehingga menimbulkan kecemburuan sosial.
Perwakilan warga lainnya, Iman menambahkan bahwa di wilayah Watusampu terdapat beberapa titik sumber mata air. Namun semenjak beroperasinya perusahaan tambang galian C, sumber air tersebut mengalami kekeringan.
“Dampak debu galian C mengakibatkan empat orang warga di RT kami meninggal dunia karena infeksi saluran pernafasan. Bahkan saat ini ada dua orang warga termasuk Ketua RT yang mengidap penyakit ISPA,” tandasnya.
Ditegaskannya, berdasarkan undang-undang Nomor 32 tahun 2009, menyebutkan bahwa masyarakat yang hidup di lingkar tambang, mendapatkan jaminan hidup yang baik.
“Waktu kami mlelakukan demonstarsi memblokade jalan, tidak ada niat kami untuk menutup perusahaan. Meskipun banyak dampak negatifnya. Namun kami juga melihat sisi positifnya. Kami duduk di sini karena mediasi sebelumnya tidak mendapatkan titik temu,” pungkasnya.
Rapat dengar pendapat dipimpin Wakil Ketua I, Muhlis U Aca, dihadiri anggota DRPD Palu, Asisten I Pemerintah Kota Palu, Usman, Kepala Dinas Kesehatan Palu, dr. Rochmat Jasin, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Palu, Arif Lamakarate, Lurah Watusampu, Lurah Buluri, perusahaan galian C, serta masyarakat Kelurahan Watusampu.**(FN)













