KAREBA SULTENG, PALU- Menjelang akhir tahun 2025, tragedi berdarah terjadi di Kota Palu. Seorang pemuda tewas mengenaskan akibat penganiayaan menggunakan senjata tajam, Sabtu (27/12/2025) dini hari.
Peristiwa tragis itu terjadi sekitar pukul 05.00 Wita di Jalan Suprapto Nomor 16 B, Kelurahan Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur. Korban diketahui bernama MH (23), seorang pelajar/mahasiswa.
Ia meninggal dunia akibat luka tusukan dan sayatan.
Tim Resmob Tadulako Polresta Palu bergerak cepat setelah menerima laporan masyarakat terkait penemuan mayat di pinggir jalan.
Dari hasil penelusuran jejak darah dan keterangan saksi, polisi mengamankan terduga pelaku berinisial S.H. (30), warga Kecamatan Palu Timur, beserta sebilah pisau dapur yang diduga digunakan dalam aksi tersebut.
Kapolresta Palu Kombes Pol. Deny Abrahams, S.H., S.I.K., M.H. melalui Kasat Reskrim Polresta Palu AKP Ismail, S.H., M.H., menyampaikan sikap tegas institusi terhadap tindak kekerasan yang merenggut nyawa manusia.
Kapolresta Palu menegaskan bahwa tindakan main hakim sendiri merupakan pelanggaran hukum serius.
“Tidak ada pembenaran atas penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Negara hadir melalui hukum, bukan amarah,” tegas Kapolresta Palu melalui Kasat Reskrim.
Polresta Palu memastikan proses hukum berjalan tegas dan profesional.
“Terduga pelaku telah diamankan dan sedang menjalani pemeriksaan intensif. Penyidik tengah melengkapi administrasi penyidikan serta mendalami seluruh rangkaian peristiwa,” jelas AKP Ismail.
Kapolresta Palu mengingatkan masyarakat agar tidak menyelesaikan persoalan dengan kekerasan.
“Penghujung tahun, seharusnya kita menahan diri dan saling menjaga. Jika ada dugaan tindak pidana, serahkan kepada aparat penegak hukum,” tambahnya.
Berdasarkan penyelidikan awal, penganiayaan dipicu dugaan korban hendak mencuri tabung gas milik terduga pelaku. Dugaan tersebut kini menjadi bagian dari materi penyidikan yang akan diuji secara hukum.
Korban telah menjalani visum luar di RS Bhayangkara Palu sebelum diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan. Pihak keluarga menolak dilakukan autopsi.
Kasus ini menjadi ironi pahit di akhir tahun ketika semestinya orang belajar menutup lembaran dengan refleksi, satu nyawa justru melayang karena emosi sesaat, dan satu lainnya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.**













