KAREBA SULTENG, PALU- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tengah bersama Bank Indonesia (BI), menggelar kegiatan diskusi (bincang) akhir tahun, yang diselenggarakan di Paramasu Hotel Palu, Kamis (27/11/2025)
Diskusi yang mengangkat tema Mengurai Benang Kusut Investasi, Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Sulteng, Untuk Mewujudkan Ekonomi Inklusif dan Berkeadilan, dihadiri sejumlah wartawan.
Sementara narasumber kegiatan diantaranya Ketua APINDO Sulteng, Wijaya Chandra, Deputy Bank Indonesia, Miftahul Khairi, Guru Besar Bidang Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Tadulako, Prof. Dr. Ahlis Djirimu, Dinas Penanaman Modal dan Satu Pintu Sulawesi Tengah.
Dalam uraiannya, Deputy Perwakilan Bank Indonesia, Miftahul Khairi menuturkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah triwulan tiga tahun 2025 melambat.
Industri pengolahan atau hilirisasi nikel memiliki andil yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah (Morowali). Dengan presentasi sebesar 52 persen pada tahun 2025.
Capaian realisasi investasi Sulawesi Tengah, berada di peringkat tiga nasional. Dibawah Provinsi Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
“Ekonomi Sulteng bergantung atau ditopang oleh hilirisasi nikel. Dengan tujuan ekspor utama ke negara Tiongkok. Namun kondisi ini juga berisiko jika terjadi resesi, politik hingga pengurangan pengiriman nikel. Sehingga otomatis ekspor mengalami penurunan,” terang Miftahul Khairi.
Guru Besar Bidang Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomi Untad, Prof. Dr. Ahlis Djirimu membeberkan bahwa berdasarkan hasil kajian sementara bulan Oktober, terdapat enam puluh usaha batuan dan logam yang terdapat di Sulawesi Tengah, dengan status tidak memungut.
Menurutnya, Provinsi Sulawesi Tengah seharusnya mendapatkan dana dari sektor pertambangan (nikel) sebesar 16 persen, dengan nilai sebesar Rp 571 triliun.
Di Kabupaten Morowali, terdapat 22 izin pertambangan. Sementara di Kabupaten Morowali Utara sebanyak 18 perusahaan.
Namun katanya, sewa pertahunnya hanya Rp 60 ribu, dikalikan dengan luas izin usaha pertambangan di Kabupaten Morowali seluas 52 ribu dikali 17. Kemudian dikslikan dengan gak provinsi sebanyak 30 persen. Sehingga dana yang masuk ke kas daerah pertahunnya hanya sebesar Rp 945 juta.
Sementara itu, Ketua APINDO Sulteng, Wijaya Chandra mengungkapkan bahwa potensi sumber daya alam di Sulawesi Tengah sangat melimpah. Namun hal itu belum bisa dimaksimalkan dengan baik. Dalam hal pengolahan hingga marketing.
Salah satu kendala dalam pengembangan investasi bisnis di Sulawesi Tengah, adalah minimnya sumber daya manusia.
“Mengubah mindset untuk mau dan giat bekerja itu salah satu point menuju kesuksesan. Saya punya sepuluh bidang usaha. Namun yang bisa bertahan hanya beberapa saja. Artinya berusaha itu tidak mudah. Namun hal itu jangan membuat kita untuk patah semangat. Kita harus bisa mengoptimalkan potensi yang ada. Bukan menghabiskan semaksimal mungkin potensi yang ada,” ungkap pengusaha yang akrab disapa Ko Awi tersebut.**(FN)












