Anggota DPRD Palu Dorong Pelestarian Dokar, Kendaraan Tradisional Khas Masyarakat Kaili

Anggota DPRD Kota Palu, Andris/foto: facebook

KAREBA SULTENG, PALU- Anggota DPRD Kota Palu, Andris, S.Sos., mendorong upaya pelestarian dokar, kendaraan tradisional khas masyarakat Kaili yang kini hampir punah dari ruas jalan Kota Palu.

Melalui inisiatif pribadi dan dukungan Pemerintah Kota, Andris mengusulkan pengadaan 5 unit dokar dan 6 ekor kuda untuk ditempatkan di beberapa wilayah wisata dan budaya di Dapil I (Palu Selatan – Tatanga).

“Dokar ini bukan sekadar alat transportasi. Ini bagian dari identitas budaya kita. Sayang sekali kalau dibiarkan hilang begitu saja,” ujar Andris dalam kegiatan reses hari kelima di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, Jumat (24/10/2025).

Sebagai putra asli Kaili yang dikenal menyukai kendaraan tradisional dan pacuan sapi, Andris mengaku prihatin karena dokar kini hampir tidak terlihat lagi di Kota Palu.

Ia menyebutkan bahwa sebagian dokar yang masih ada justru berasal dari daerah lain seperti Gorontalo.

“Dulu di Kampung Tengah, hampir setiap rumah punya dokar. Tapi sekarang benar-benar hilang. Saya pikir, ini waktunya kita hidupkan lagi,” tambahnya.

Andris menegaskan bahwa pengadaan dokar dan kudanya bukan berasal dari pokok-pokok pikirannya (Pokir) sebagai anggota dewan, melainkan melalui komunikasi dan pendekatan langsung kepada Pemerintah Kota Palu.

Ia menyebut usulan tersebut sudah mendapat persetujuan prinsip dari pemkot.

“Saya usulkan langsung ke Pemkot di luar dari Pokir saya. Nilainya sekitar Rp300 juta. Dokar dan kuda ini tetap akan menjadi aset milik pemerintah,” jelasnya.

Andris menyampaikan bahwa dokar bisa diintegrasikan ke dalam kegiatan wisata, car free day, serta event tahunan Pemkot Palu seperti pawai budaya dan HUT Kota Palu.

“Di Jogja kita lihat bagaimana andong menjadi daya tarik wisata. Palu juga bisa seperti itu. Tinggal bagaimana kita mengelola dengan baik,” ujarnya.

“Saya berharap setiap perayaan kota, dokar bisa kembali hadir. Walaupun tidak sebanyak dulu, tapi masyarakat tetap bisa melihat dan merasakannya,” lanjutnya.

Ia juga menilai bahwa dokar lebih terjangkau dan mudah dioperasikan masyarakat, dibandingkan kuda pacu yang harganya bisa mencapai Rp80 juta lebih per ekor. Dokar juga dinilai punya nilai sosial dan sejarah yang kuat.

“Kalau kuda pacu, yang bisa ikut hanya yang punya modal. Tapi kalau dokar, masyarakat bisa ikut mengelola, dan itu jauh lebih berdaya,” kata Andris.

Andris berharap upaya pelestarian ini didukung penuh oleh masyarakat dan pemerintah. Ia menyebut bahwa tantangan utama bukan hanya dari sisi biaya, melainkan dari perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin tergantung pada kendaraan bermotor.

“Sekarang tinggal bagaimana kita bangun kesadaran bersama. Saya yakin kalau dikelola serius, dokar punya masa depan lagi di Kota Palu,” tutupnya.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *