Tarif Pajak 10 Persen Harus Sesuai Omset Pedagang

Anggota Komisi B DPRD Palu, Ratna Mayasari Agan/foto: Firmansyah

KAREBA SULTENG, PALU- Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Asosiasi Pedagang Kuliner (ASPEK) Sulawesi Tengah, Jumat (15/8/2025) di ruang utama kantor DPRD Palu, anggota Komisi B, Ratna Mayasari Agan menyoroti tarif pajak makan minum 10 persen yang diterapkan pemerintah kepada para pengusaha kuliner.

Menurut Neni sapaan akrabnya, tarif pajak sebaiknya ditetapkan berdasarkan klasifikasi omset, sebab tidak semua pedagang kuliner memiliki skala usaha yang sama.

“Pemilik restoran besar tentunya tidak sema dengan penjualan nasi kuning. Tidak bisa dipukul rata,” ucapnya.

Ia menegaskan perlunya regulasi yang adil dan berpihak pada pelaku UMKM, mengingat sektor kuliner menjadi salah satu roda penggerak ekonomi daerah.

“Jika merujuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, tarif pajak itu maksimal 10 persen, bukan otomatis 10 persen. Ini yang harus kita diskusikan,” ujarnya.

Selain itu, DPRD mengingatkan bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palu tahun 2024 hanya mencapai 75 persen. Namun, kontribusi PAD tidak boleh hanya dibebankan pada sektor kuliner, melainkan juga harus digali dari sektor-sektor potensial lain.

Terkait UMKM penerima bantuan, DPRD meminta agar tidak dibebani aturan tambahan yang justru mempersulit.

“Jangan sampai untuk mengurus surat usaha atau kelompok di kelurahan harus melunasi retribusi sampah dulu. Retribusi memang wajib, tapi bisa dicicil, bukan harus langsung lunas,” tegasnya.

Soal penindakan bagi wajib pajak yang menunggak, DPRD mendorong pemerintah menggunakan cara yang lebih humanis. Ia mencontohkan kebijakan di Makassar yang hanya menempelkan stiker pada usaha yang menunggak, bukan melakukan penyegelan.

“Dengan begitu, mereka masih bisa berusaha sambil mencicil kewajibannya. Pemerintah tetap tegas, tapi tidak mematikan usaha masyarakat,” ujarnya.

DPRD menegaskan komitmennya untuk mencari solusi terbaik antara peningkatan PAD dan keberlangsungan usaha kuliner.

“Kami hanya wakil, sementara ketua kami adalah rakyat. Tugas kami mencarikan solusi agar kebijakan tidak membebani, tetapi justru mendukung perkembangan UMKM di Palu,” tuturnya.

Dia juga menekankan perlunya kehadiran Asisten Perekonomian Pemkot Palu dalam rapat agar persoalan ini lebih terang, sekaligus mengantisipasi potensi konflik seperti yang pernah terjadi di daerah lain akibat polemik retribusi.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *