Pedagang Kuliner Sulteng: Hentikan Penyegelan Tempat Usaha di Kota Palu

Kegiatan RDP DPRD Palu bersama ASPEK Sulteng/foto: Firmansyah

KAREBA SULTENG, PALU- Asosiasi Pedagang Kuliner (ASPEK) Sulawesi Tengah meminta agar Pemerintah Kota Palu untuk menghentikan aksi penyegelan terhadap tempat usaha, dan pemutihan tunggakan pajak sejak awal dan berakhirnya covid 19.

Selain itu, ASPEK Sulteng juga meminta kepastian pajak, serta tidak ada lagi petugas yang turun ke lapangan.

“Kami akui Pemerintah Kota Palu sudah menjalankan prosedur dengan baik. Kami tidak mau melawan pemerintah, namun kebijakan pajak sepuluh persen sangat memberatkan. Kalau tempat usaha disegel karena menunggak pajak, bagaimana kami mau membayar pajak. Kami ini bukan koruptor atau perampok. Kami hanya mencari makan dan memberikan kontribusi kepada daerah. Dimana rasa kemanusiaan dan hati nurani,” tegas Sekertaris ASPEK Sulteng, Novrie saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi B DPRD Palu dan instansi terkait Pemkot Palu, di ruang sidang utama kantor DPRD Palu, Jumat (15/8/2025).

Menurut Novrie, hal yang paling miris adalah tagihan tunggakan pajak kepada para pedagang awal hingga berakhirnya masa covid 19

“Ini yang bikin pusing para pedagang. Sudah membayar pajak tahun ini, namun harus bayar pajak lagi sejak awal dan berakhirnya covid. Cari makan saja susah. Daya beli masayarakat menurun. Sementara pajak jadi beban yang berat. Dimana hati nurani pemerintah,” tandasnya.

Adapun tunggakan pajak pedagang kuliner lanjut Novri, diserahkan kepada asosiasi. Agar dicarikan solusinya. Sehingga tidak ada lagi petugas yang turun lapangan.

Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Palu, Eka Kumalasari menjelaskan bahwa pajak 10 persen tersebut merupakan perintah dari pusat melalui peraturan daerah. Sebelumnya pajak terdiri dari dua cluster. Diantaranya pajak 6 persen dan 10 persen.

Kemudian disepakati bersama untuk menetapkan pajak maksimal sebanyak 10 persen. Dengan pertimbangan pajak tersebut berlaku kepada semua pedagang besar maupun kecil. Namun ada pasal yang menyebutkan bahwa aset yang dibawah Rp 2 juta, tidak dikenakan pajak.

“Pajak 10 persen ini tidak diberikan untuk pedagang. Namun pajak tersebut dikenakan pada saat konsumen membayar. Jadi tidak mengurangi laba pedagang. Mungkin berpikir konsumen akan lari, tapi tidak mungkin kalau makanannya enak dan pelayanannya baik,” ucap Kepala Bapenda Palu.

Terkait penyegelan tempat usaha, Kepala Bapenda menyebut bahwa pedagang yang tempat usahanya ditutup sementara dengan sebutan “Bandel”. Sebab sudah didatangi secara humanis dan diberikan surat teguran, namun tidak digubris. Sementara tunggakan pajaknya sudah bertahun-tahun.

“Sehingga keputusan terakhir adalah dengan melakukan penyegelan sementara. Sebelum penyegelan, kami berikan surat kepada pedagang. Hal itu guna memberikan kesempatan untuk membayar pajak. Namun tidak juga digubris. Ada proses yang dilakukan sebelum penutupan sementara objek pajak. Kami sebenarnya tidak mau melakukan hal ini, tapi jika tidak diberlakukan seperti itu, pelaku usaha tidak mau mengingat kewajibannya untuk membayar pajak. Kalau ada tunggakan pajak boleh dicicil. Semua bisa dibicarakan,” terangnya.

Di tempat yang sama, Ketua Komisi B DPRD Palu, Rusman Ramli selaku pimpinan rapat berharap agar pertemuan tersebut bisa mendapatkan solusi terbaik antara pemerintah daerah dan pelaku usaha.

“Beberapa poin permintaan Asosiasi Pedagang Kuliner telah kami terima dan akan kami serahkan kepada bagian hukum Pemerintah Kota Palu. Sebagaimana dikatakan oleh Kabag Humas, Insyallah ada revisi terkait Perda ini,” jelas Rusman Ramli.

Rapat Dengar Pendapat dihadiri anggota Komisi B DPRD Palu Muslimin, Nurhalis Nur, Ratna Mayasari Agan, Nendra Kusuma Putra.**(FN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *