HUKUM  

LBH Sulteng Siapkan Upaya Hukum Kasus Dugaan Kriminalisasi Kontraktor Proyek di Tolitoli

Giat conference pers di kantor LBH Sulteng: foto: Firmansyah

KAREBA SULTENG, PALU- Dugaan kriminalisasi terhadap Direktur PT Megah Mandiri Makmur, Beny Chandra, mencuat dalam jumpa pers bersama sejumlah wartawan di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng, jalan Yojokodi, Kota Palu, Selasa siang (1/7/2025)

Deputy LBH Sulteng, Rusman Rusli. SH, MH menuturkan bahwa Beny Chandra telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Tolitoli, tanggal 30 juni 2025, atas dugaan tindak pidana korupsi paket pekerjaan konstruksi pembangunan pasar rakyat Dakopamean, yang terletak di Desa Galumpang, Kecamatan Dakopamean, Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018.

Adapun paket pekerjaan konstruksi pembangunan pasar dengan nilai kontrak sebesar Rp. 5.694.700.000 (lima milyar enam ratus sembilan puluh empat juta rupiah) yang dikerjakan oleh PT Megah Mandiri Makmur, telah menyelesaikan pekerjaan 100% sebagaimana amandemen kontrak yang telah terlampir dalam berkas perkara.

Oleh karena Beny Chandra telah menyelesaikan pekerjaan, ia berhak untuk mendapatkan sisa pembayaran proyek pasar rakyat Dako Pamean yang bersumber dari APBN kemudian dialihkan ke APBD, senilai Rp. 3.245.979.000 (tiga milyar dua ratus empat puluh lima juta sembilan ratus tujuh puluh sembilan rupiah) dari pemerintah daerah. Setelah beberapa kali melakukan penagihan ke pemda Kabupaten Tolitoli, namun tidak membuahkan hasil.

Atas saran dari Inspektorat dan dibenarkan Kajari Tolitoli sebelumnya lanjut Rusman Rusli, kliennya (Beny Chandra) melakukan gugatan perdata untuk menuntut sisa pembayaran proyek yang ia kerjakan ke Pengadilan Negeri Tolitoli.

Berdasarkan amar putusan, gugatan tersebut akhirnya dikabulkan. Dengan poin menghukum tergugat untuk membayarkan sisa pekerjaan kepada Beny Chandra. Kemudian pihak tergugat (pemda Tolitoli) mengajukan banding di Pengadilan Negeri Tolitoli. Karena tidak ada upaya kasasi dari tergugat, akhirnya kasus tersebut ingkra.

Setelah itu, Beny Chandra kembali meminta hak pembayaran sisa proyek yang telah selesai dikerjakan. Namun hal itu tidak diindahkan oleh pihak pemda Tolitoli. Sehingga Beny Chandra mengajukan eksekusi di Pengadilan Negeri Tolitoli untuk menuntut haknya.

“Yang menjadi poin penting, karena peristiwa eksekusi ini didengar oleh Kajari Tolitoli, AN, maka ia menghubungi Beny Chandra, tanggal 3 Desember 2024 melalui telepon seluler via whatsapp, untuk menanyakan kepada Beny Chandra, kapan rencana ke Tolitoli untuk melakukan penagihan ke pemda,” jelas Rusman Rusli.

Kemudian pada tanggal 10 Desember 2024, Beny Chandra berangkat ke Kabupaten Tolitoli menggunakan mobil rental dan tiba tanggal 11 Desember 2024 pagi. Pada sore Beny Chandra tiba di kantor Kejari Tolitoli.

Setelah dipersilahkan untuk masuk ke ruangan, Kajari Tolitoli mengatakan bahwa Beny Chandra memiliki utang sebesar Rp 1 miliar kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, ST. Akan tetapi, kliennya kemudian menanyakan perihal utangnya tersebut. Sehingga Kajari menelpon ST dan percakapan keduanya didengarkan oleh Beny Chandra.

“Klien kami pak Beny Chandra membantah bahwa ia tidak pernah berhutang dengan ST. Kemudian Kajari Tolitoli menegaskan agar kliennya membayar hutang tersebut atau kliennya akan diperiksa terkait pekerjaan proyek pasar Dako Pamean. Jadi sebelum pemeriksaan terhadap proyek pak Beny, ada permintaan uang. Karena ada permohonan eksekusi di Pengadilan Negeri Tolitoli,” tegas Rusman Rusli.

Dalam bukti rekaman yang dituangkan di press rilis kepada para jurnalis yang hadir dalan jumpa pers sebut Rusman Rusli, tertulis bahwa pihak Kajari Tolitoli meminta Beny Chandra untuk memberikan jaminan berupa sertifikat tanah dan kemudian diambil oleh Kajari Tolitoli.

“Kami ada bukti rekaman dan penyerahan dan pengembalian sertifikat. Sertifikat tersebut akan dijual untuk melunasi hutang Beny Chandra, sehingga kasus tersebut dihentikan. Padahal tidak ada kasus. Sebelumnya, pihak Pengadilan Negeri Tolitoli telah menelaah dan memeriksa hasil pekerjaan proyek oleh PT Megah Mandiri Makmur, dan menyatakan proyek tersebut telah selesai seratus persen tanpa ada masalah. Yang menjadi pertanyaan, setelah pak Beny mendapatkan haknya, malah dipersalahkan karena dianggap melakukan korupsi atas pembayaran tersebut. Padahal pembayaran itu didapatkan atas perintah pengadilan,” terang Rusman Rusli.

Sementara itu, Direktur LBH Sulteng, Julianer Aditia Warman. SH, melakukan upaya hukum dengan melaporkan kasus tersebut ke pihak Jagwas, Komisi III DPR RI dan akan digelar RDP. Selain itu, pihaknya akan mendaftarkan permohonan pra peradilan kepada Pengadilan Negeri Tolitoli, terkait pembatalan tersangka Beny Chandra.

“Kami menilai kasus ini murni kriminalisasi terhadap Beny Chandra. Kami telah melaporkan hal ini kepada Jagwas, Komisi III DPR RI,” ungkap Direktur LBH Sulteng.**(FN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *